Penguatan Moderasi Beragama, Marzuki Wahid: Ini Urgensi, Rumusan, Indikator dan Ekosistem Penguatan Moderasi Beragama

Marzuki Wahid, Rektor dari Institut Studi Islam Fahmina (ISIF) dan juga Mentor Moderasi Beragama Nasional yang menjadi pembicara pada rapat koordinasi bidang urusan Agama Hndu dan Pendidikan Hindu

Denpasar - Ditjen Bimas Hindu mendapatkan sebuah kehormatan dengan kehadiran Marzuki Wahid, Rektor dari Institut Studi Islam Fahmina (ISIF) dan juga Mentor Moderasi Beragama Nasional yang menjadi pembicara pada rapat koordinasi bidang urusan Agama Hndu dan Pendidikan Hindu pada tanggal 22 Februari 2023 di Denpasar, Bali.

Berbicara dihadapan sekitar 150 peserta, Marzuki menyampaikan pembahasan mengenai penguatan moderasi beragama mulai dari Urgensi, Rumusan, Indikator hingga Ekosistem penguatan moderasi beragama.

Menurutnya semua agama mengajarkan kebaikan, diyakini moderat, adil, bijaksana dan damai, namun secara urgensi moderasi beragama, masih ada salah paham bahwa dikira agama yang dimoderasi, tetapi yang benar adalah cara beragamanya yang dimoderasi.

Ada 3 tantangan berupa berkembangnya cara pandang, sikap, dan praktik beragama yang berlebihan (ekstrim) yang mengesampingkan martabat kemanusiaan. Tantangan kedua, berkembangnya klaim kebenaran subyektif dan pemaksaan kehendak atas tafsir agama serta pengaruh kepentingan ekonomi dan politik yang berpotensi memicu konflik, contohnya penolakan pendirian tempat ibadah, penolakan wayang kulit, penolakan kaum sipit dan pesek. Tantangan ketiga yaitu, berkembangnya semangat beragama yang tidak selaras dengan kecintaan berbangsa dalam bingkai NKRI, contohnya ajakan untuk mewujudkan negara khilafah.

"Rumusan moderasi beragama yaitu cara pandang, sikap, dan praktik beragama dalam kehidupan bersama dengan cara mengejawantahkan esensi ajaran agama-agama yang melindungi martabat kemanusiaan dan membangun kemaslahatan umum berlandaskan prinsip adil, berimbang dan menaati konstitusi sebagai kesepakatan berbangsa. Tidak bisa hanya mengutamakan simbol keagamaan tetapi mengesampingkan esensi dalam bernegara" tegas Marzuki.

Terdapat sedikitnya 9 kata kunci yaitu martabat kemanusiaan, kemaslahatan umum, adil, berimbang, taat pada konstitusi, toleransi, anti kekerasan, komitmen kebangsaan, penerimaan terhadap tradisi dalam Indikator moderasi beragama yang terdiri dari komitmen kebangsaan, anti kekerasan, toleransi, dan penerimaan terhadap tradisi.

Dalam Ekosistem penguatan moderasi beragama, muatan pesan keagamaan dalam moderasi beragama yang perlu digaungkan yaitu penyelarasan relasi agama dengan negara, kaitan agama dengan politik, agama dengan hukum dan agama dengan layanan publik.

"Bali termasuk provinsi yang sangat toleran. Terkait kafir, kafir dalam bahasa Indonesia artinya orang yang tertutup dan tidak menerima kebenaran agama Islam. Istilah kafir tidak perlu digunakan untuk konteks kebangsaan dan kemasyarakatan karena tidak relevan dan tidak penting, cukup di dalam teologi. Karena dalam bernegara, semua agama setara" terangnya.

sebagai penutup Marzuki Wahid menyampaikan moderasi bergama sangat penting untuk mencegah dan menanggulangi serta menempatkan kehidupan pada relnya. Jika ada guru yang tidak moderat, perlu dilaporkan.

Dalam mencegah, perlu dengan cara-cara yang baik, perlu banyak saluran misalnya secara bertingkat melalui Pemda, dapat juga diselesaikan melalui Ombudsman atau ORI yang cenderung penanganan pengaduannya dilakukan dengan baik. Aturan dan konstitusi yang digunakan dalam gerakan moderasi beragama, karena jika hanya berdasarkan agama maka dapat dimaknai berbeda oleh agama yang berbeda.


Berita Pusat LAINNYA