Dirjen Bimas Hindu di CORECS 2023: Perayaan Nyepi Bukti Nyata Peran Institusi Agama Hindu Tanggulangi Dampak Perubahan Iklim

Dirjen Bimas Hindu I Nengah Duija saat menyampaikan materi acara di Konferensi Agama dan Perubahan Iklim Tingkat Asia Tenggara.

JAKARTA, (BIMAS HINDU) – Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Hindu (Dirjen Bimas Hindu) Kementerian Agama (Kemenag) RI I Nengah Duija mengatakan perayaan Hari Raya Nyepi menjadi bukti nyata peran Institusi Agama Hindu dalam upaya penanggulangan dampak perubahan iklim. Peran institusi dan tokoh agama semakin diakui sebagai faktor penting dalam upaya penanggulangan.

“Salah satu peran institusi dan tokoh agama Hindu di Bali yang nyata terlihat sebagai upaya penanggulangan perubahan iklim adalah pada pelaksanaan Hari Suci Nyepi,” kata I Nengah Duija saat menyampaikan materi dalam acara Konferensi Agama dan Perubahan Iklim Tingkat Asia Tenggara atau Conference on Religion and Climate Change-South East Asia (CORECS) 2023, di Hotel Ritz Carlton, Mega Kuningan, Jakarta, Rabu (4/10/2023).

Menurut Duija, Hari Suci Nyepi menjadi salah satu hari raya umat beragama yang cukup unik di di dunia. Berbeda dengan hari raya lainnya yang dirayakan secara meriah, Hari Suci Nyepi justru dirayakan dengan cara sepi, tanpa bersenang senang, tanpa lampu penerangan dan tanpa berpergian bahkan seluruh jalanan di Pulau Bali tanpa kendaraan kecuali ambulans. Nyepi berasal dari kata sepi, sunyi, senyap.

“Hari Suci ini dirayakan setiap satu tahun sekali untuk memperingatai pergantian Tahun Baru Caka. Pada Hari Suci Nyepi, seluruh umat Hindu diwajibkan melaksanakan Catur Brata Penyepian.  Mulai dari amati geni (tidak menyalakan api), amati karya (tidak bekerja), amati lelungan (tidak bepergian) dan amati lelanguan (tidak bersenang senang). Peran Institusi Agama Hindu yaitu Parisadha Hindu Dharma Indonesia Provinsi Bali sangat terlihat dalam upayanya untuk mewujudkan Bali benar-benar ‘Nyepi’,” tuturnya.

Duija menjelaskan, tujuan utama dari semua perayaan Hari Suci Nyepi tersebut hanya satu yaitu memberikan kesempatan untuk alam dan juga manusia untuk beristirahat sejenak. Manfaat yang dirasakan dari sehari pelaksanaan Hari Suci Nyepi pun cukup signifikan terutama untuk kelestarian alam.

“Pada tahun 2014 jumlah penghematan listrik selama satu Hari Nyepi diperkirakan mencapai empat milyar dan rata-rata emisi karbondioksida di Bali berkurang hingga dua puluh ribu ton dalam sehari. Semangat dari Hari Suci  Nyepi juga perlahan-lahan diperkenalkan kepada dunia internasional melalui gerakan yang disebut World Silent Day,” ungkap Duija.

Sehingga, kata Duija, dapat disimpulkan bahwa dalam masyarakat Bali memiliki tatanan nilai dan tradisi-tradisi penyelamat lingkungan sesungguhnya sangat banyak. Tradisi-tradisi ini memiliki warna khas, yakni ritualistik-hinduisme.

“Hindu telah meletakkan dasar-dasar tradisi yang kuat dengan berbagai nilai yang dijabarkan dalam konteks kebudayaan Bali. Salah satu tradisi penyelamatan lingkungan itu adalah tradisi penyelamatan air terutama samudra dan danau sebagai sumber kehidupan manusia di atas bumi ini. Ritual yang mengandung tradisi air (baca: maritim) adalah samudra dan danu kertih, melalui ritual nangluk mrana atau mapekelem ke sagara atau ke danau. Peran institusi dan tokoh agama adalah menyebarkan Nilai-nilai dalam agama Hindu dan tradisi penyelamat lingkungan terus disosialisasikan dan dilaksanakan,” pungkas Dirjen Bimas Hindu I Nengah Duija.


Berita Pusat LAINNYA