Eksistensi Desa Pakraman Menguatkan Agama Hindu, Adat dan Budaya di Bali

Bidang Urusan Agama Hindu Kantor Wilayah Kementerian Agama Propinsi Bali melaksanakan Kegiatan Dialog Kerukunan Bendesa Adat Zona Tengah di Museum Subak Masceti, Kabupaten Gianyar, pada tanggal 10 Mei 2019
(Ura Hindu) Denpasar, 13 Mei 2019
Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Propinsi Bali (I Nyoman Lastra, S.Pd, M.Ag) didampingi oleh Kepala Bidang Urusan Agama Hindu Kantor Wilayah Kementerian Agama Propinsi Bali (Drs. I Dewa Made Nida Udyana, M.Pd.H) dan Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Gianyar (Ida Bagus Made Oka Yusa Manuaba, SH, M.Si) selaku tuan rumah, membuka secara resmi Kegiatan Dialog Kerukunan Bendesa Adat Zona Tengah yang dilaksanakan di Museum Subak Masceti, Kabupaten Gianyar, pada tanggal 10 Mei 2019. Zona Tengah ini meliputi Kota Denpasar, Kabupaten Badung dan Kabupaten Gianyar.

Sebelum Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Propinsi Bali menyampaikan kata sambutan, Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Gianyar menyampaikan sekilas profil mengenai Kabupaten Gianyar, kondisi wilayah dan penduduk serta keberadaan Kantor Kementerian Agama Kabupaten Gianyar kepada seluruh peserta. Selanjutnya, Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Propinsi Bali di awal kata sambutannya menyampaikan rasa terima kasih kepada seluruh Bendesa Adat karena di tengah-tengah kesibukannya mengelola desa pakraman sudah mau meluangkan waktu untuk dapat menghadiri kegiatan ini. Beliau juga menyampaikan rasa terima kasih kepada Kepala Bidang Urusan Agama Hindu karena telah memprakarsai kegiatan dialog sebagai salah satu upaya untuk menyatukan pemikiran dan langkah dalam membangun desa pakraman terutama dalam memelihara kerukunan di seluruh wilayah desa pakraman. Beliau menganggap eksistensi atau keberadaan desa pakraman dan peran Bendesa Adat-lah yang selama ini menjadi benteng yang menguatkan Agama Hindu, adat dan budaya di Bali.

Sejalan dengan perkembangan globalisasi, menurut Beliau, tentu terdapat beberapa potensi yang mengancam kondisi rukun dan harmonis. Untuk itu, kebersamaan dan koordinasi semua pihak terkait harus selalu dimantapkan. Situasi rukun, damai dan aman harus terus dibangun dan menjadi tanggung jawab seluruh komponen masyarakat untuk bersama-sama mewujudkannya. Kerukunan yang selama ini dijiwai filosofi ajaran Tat Twam Asi, serta konsep hidup segilik-seguluk sabayantaka dan paras paros sarpanaya, perlu dipertebal kembali dalam penerapannya. 
 
Terkait masalah tanah pelaba pura sebagai salah satu permasalahan yang pernah ikut ditangani oleh Kementerian Agama, Beliau berharap dan berusaha mengarahkan agar sebisa mungkin tanah pelaba pura yang ada tidak dijual. Tanah pelaba pura justru sebaiknya dapat dikembangkan atau dimanfaatkan dengan baik untuk kesejahteraan umat. Di bagian akhir kata sambutannya, Beliau tidak lupa menyosialisasikan program Tiga Mantra (1. Moderasi Beragama; 2. Kebersamaan Umat; 3. Integrasi Data) yang menjadi program utama Kementerian Agama untuk tahun 2019 ini agar diketahui oleh seluruh Bendesa Adat.

Bendesa Adat dalam sesi diskusi dari kegiatan dialog ini diberi kesempatan untuk mengungkapkan permasalahan yang ada di desa pakraman masing-masing. Hal tersebut kemudian ditanggapi oleh narasumber yang kemudian dicari bersama-sama solusi terbaiknya sehingga dapat digunakan oleh seluruh Bendesa Adat apabila di desa pakramannya muncul permasalahan yang hampir sama. Beberapa hal yang disampaikan oleh Bendesa Adat dalam sesi diskusi kali ini adalah terkait permasalahan tanah pelaba pura; upaya untuk menjaga kekompakan umat dan upaya mengatasi pengkotak-kotakan diri yang mulai muncul di beberapa tempat di Bali guna mendukung program membangun kebersamaan umat yang menjadi bagian dari program Tiga Mantra yang disampaikan oleh Kepala Kantor Kementerian Agama Propinsi Bali; upaya pemberdayaan ekonomi umat seandainya terjadi penurunan kondisi pariwisata di Bali; upaya mengatasi gangguan internal dan eksternal untuk menjaga eksistensi Agama Hindu di Bali; upaya yang dapat dilakukan untuk membantu umat dalam pelaksanaan upacara keagamaan; dan lain-lain.

Salah satu Bendesa Adat yang merupakan peserta perwakilan dari Kota Denpasar mengungkapkan mengingat pentingnya maksud dan tujuan serta bergunanya kegiatan dialog ini bagi Bendesa Adat maka mereka berharap agar kegiatan serupa dapat dilaksanakan kembali di tahun mendatang dengan durasi sesi diskusi yang lebih panjang. Semoga keberadaan desa pakraman sebagai kearifan lokal dapat tetap terjaga dengan baik. (ts)

Berita Daerah LAINNYA