‘Dirjen Menyapa’ Jadi Sarana Elaborasi Problem Pendidikan dan Perumusan Peningkatan Profesionalitas Guru Hindu

Direktur Pendidikan Hindu Ditjen Bimas Hindu RI Trimo.

JAKARTA, (BIMAS HINDU) – Program ‘Dirjen Menyapa’ menjadi sarana untuk mengelaborasi segala permasalahan pendidikan Hindu sekaligus merumuskan alternatif untuk meningkatkan kompetensi guru. Hal itu disampaikan oleh Direktur Pendidikan Hindu Trimo di Jakarta, Senin (22/1/2024) pagi.

“ Program ‘Dirjen Menyapa’ bukan hanya pada membangun jalinan simakrama dengan para guru saja, namun lebih dari itu. Bisa untuk mengelaborasi segala permasalahan pendidikan pada tingkat bawah sekaligus merumuskan alternatif untuk meningkatkan kompetensi guru, khususnya kompetensi profesional dan pedagogik,” tutur Trimo

Adapun program ‘Dirjen Menyapa’ merupakan alternatif kegiatan yang diinisiasi oleh Direktur Pendidikan Hindu dalam kerangka meningkatkan komunikasi dengan para guru Pendidikan Agama Hindu se-Indonesia.

Dalam kesempatan program ‘Dirjen Menyapa’ yang digelar Kamis (18/1/2024) lalu, Direktur Pendidikan Hindu Trimo memaparkan materi tentang ‘Kekerasan, Perundungan dan Intoleransi’.

“Ada 3 hal yang merupakan ‘dosa besar’ bagi guru apabila tidak mengawal persoalan perilaku yang bisa mengakibatkan perilaku yang kurang baik, yakni kekerasan, perundungan, dan intoleransi. Ketiga persoalan tersebut akan menjadi sumber utama terjadinya persoalan pendidikan yang secara makro akan berpengaruh pada kualitas pendidikan,” katanya.

Trimo memaparkan satu per satu hal itu dengan terperinci. Pertama, kekerasan menurutnya adalah setiap perbuatan terhadap anak yang  berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan  secara fisik, psikis, seksual, dan/atau penelantaran,  termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan,  pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara  melawan hukum.

Kemudian yang kedua, lanjut Trimo, adalah perundungan atau bullying. “Perundungan atau bullying adalah segala bentuk penindasan atau kekerasan, yang dilakukan  secara sengaja oleh satu orang atau kelompok yang lebih kuat. Perundungan memiliki  bentuk/pola-pola tingkah laku yang kronis yang dilakukan berulang kali untuk  mempertahankan kekuasaan yang tidak sesuai,” katanya.

Sementara yang terakhir yaitu, Intoleransi atau adalah ketiadaan tenggang rasa. Menurutnya, istilah ini tentu memiliki makna yang berbanding terbalik dengan toleransi. Kejadian-kejadian intoleransi di dalam masyarakat dapat diakibatkan oleh adanya individu atau masyarakat yang menjunjung tinggi kelompoknya dan memandang rendah yang lain.

“Sikap intoleransi yang terus dilakukan hanya dapat menimbulkan konflik yang berujung pada perpecahan atau keretakan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara,” katanya.

“Oleh karena itu, sebagai guru Pendidikan Agama Hindu perlu memiliki kewajiban moral dalam membentuk perilaku dan karakter siswa ke arah yang lebih baik khususnya dalam pikiran, ucapan, dan tindakan selaras dengan ajaran Tri Kaya Parisuda,” pungkas Direktur Pendidikan Hindu Trimo.


Berita Pusat LAINNYA