Catur Purusa Artha, Tangga Menuju Kebebasan

Ir. I Gede Putu Suardana.MM. (KA BPH Jatim)

Om Swastyastu. Salah satu ajaran susila yang menuntun manusia dalam bertingkah laku adalah Catur Purusa Artha. Yaitu, empat tangga atau tujuan yang harus dilewati dalam kehidupan atau kelahiran kita saat ini. Empat tangga atau tujuan tersebut adalah dharma, artha, kama, dan moksha yang menjadi tujuan tertinggi. Moksha akan dapat dicapai ketika kita melewati ketiga tangga yang ada dengan benar dan baik.

Mari bersama – sama kita lewati tiga tangga – tangga tersebut satu persatu sehinga kita sampai pada tangga keempat, yaitu moksha.

Tangga pertama adalah Dharma. Dharma adalah kebenaran, tuntunan, hukum, dan petunjuk. Dharma menjadi landasan/bekal awal dalam hidup sebelum kita mewujudkan tujuan yag lain. Dalam Bhagavdgita IV.8 dikatakan, Paritrāṇāya sādhūnāṁ vināśāya ca duṣkṛtām, dharma saṁsthāpanārthāya saṁbhavāmi yuge yuge. Untuk melindungi dan menegakan kebaikan (sādhū) dan melenyapkan kejahatan (duṣkṛtām) dengan jalan menjalankan Dharma, aku lahir dari zaman ke zaman. 

Acuan Dharma dalam agama Hindu adalah, Vedo 'kilo dharma mulam Smrti Sile ca tad vidam, Acarasca iva sadhunam Atmanas tustir eva ca. Veda adalah sumber dari segala Dharma, kemudian barulah smrti, di samping sila, acara, dan atmanstuti (Mds.2.6). Dengan senantiasa tegak menjalankan swadharma di jalan Dharma, maka kita akan memperoleh kebahagiaan dan selalu berada dalam lindungan Ida Sang Hyang Widhi Wasa. 

Ikang dharma ngaranya, hetuning mara ring swarga ika, kadi gatining parahu an hetning banyangga nentasing tasik. Adalah Dharma yang mengantarkan seseorang menuju sorga (kebahagiaan), seperti perahu yang di gunakan untuk menyeberangi lautan (Sc.14).

Tangga kedua adalah Artha. Artha dapat dikatakan sebagai bekal atau sarana yang dapat berupa harta benda atau kekayaan dalam wujud apapun, kesehatan, pengetahuan, keahlian, kebijaksanaan, sahabat, dan bahkan kemampuan dalam mengendalikan diri pun adalah termasuk Artha. Bekal ini harus diperoleh dengan cara yang benar, diperoleh dengan berlandaskan pada Dharma dan juga digunakan untuk Dharma. 

Ketika Artha ini kita peroleh dengan cara yang tidak benar, tidak sesuai dengan tuntunan kitab suci, maka semua itu akan sia sia. Yaḥ śāstra-vidhim utsṛjya vartate kāma-kārataḥ na sa siddhim avāpnoti na sukhaṁ na parāṁ gatim, Mereka yang bertindak dengan tidak mengindahkan pedoman pedoman kitab suci (aturan), bertindak semata – mata hanya untuk memenuhi keinginan (nafsu) semata, maka ia tidak akan pernah mencapai kesempurnaan, kebahagiaan maupun tujuannya yangtertinggi (Bg 16.23). Oleh karena itu marilah kita peroleh Artha (bekal hidup) dengan berlandaskan Dharma.

Tangga yang ketiga adalah Kama. Setelah kita melewati tangga Artha dengan berlandaskan Dharma, barulah kita dapat memenuhi Kama. Kama adalah sifat alamiah setiap mahluk hidup yang dibawanya sejak lahir. Kama lah yang membuat mereka berbuat agar bisa hidup, tumbuh, dan berkembang. 

Akāmasya kriyā kācid dṛśyate neha karhicid, yad yaddhi kurute kiṁcit tat tat kāmasya ceṣṭitam. Tak ada satu perbuatan pun di dunia ini nampaknya dilaksanakan oleh seseorang yang bebas dari keinginan, karena apapun yang dilakukan manusia didorong oleh keinginan (Md 2.4). 

Kama dapat mengantarkan seseorang pada kemuliaan yang paling tinggi, dan kama juga dapat membawa seseorang pada jurang kenistaan yang paling dalam. Kama merupakan salah satu pintu dari tiga pintu yang ada yang dapat mengantarkan seseorang menuju ke neraka. 

Tri-vidhaṁ narakasyedaṁ dvāraṁ nāśanam ātmanaḥ kāmaḥ krodhas tathā lobhas tasmād etat trayaṁ tyajet. Inilah tiga pintu gerbang yang mengantarkan seseorang menuju ke neraka, keinginan, amarah, dan keserakahan. Oleh karena itu, ketiganya harus dihindari/dikendalikan. Marilah kita kendalikan keinginan dengan Dharma.

Tangga yang terakhir sebagai tujuan tertinggi adalah Moksha. Moksha merupakan keyakinan terakhir dari Lima Keyakinan (Panca Sradha) yang diyakini oleh semua penganut Hindu. Moksha berasal dari bahasa Sanskerta, dari akar kata “muc” yang berarti membebaskan atau melepaskan, dan secara harfiah moksha juga berarti kebebasan dari samsara. Moksha adalah pencapaian tertinggi dari akhir siklus kehidupan manusia menurut agama Hindu. 

Pengertian Moksha menurut Sarasamucaya 398, adalah bebasnya pikiran dari hawa nafsu dan kekotoran. Apan ikang manah prasidhaning sangsara, yan karaketan ragadi mala, yapwan nirmala, tan kakenan wikalpa, ri hilangning ragadi klesa, sira wastuning kamoksan, prasidha ning mentasing bhawarnawa. Sebab pikiranlah sesungguhnya yang membuat segsara itu, jika pikiran itu dicemari oleh hawa nafsu dan kekotoran, sebab apabila pikiran itu suci dan tidak terhinggapi kekacauan, dengan lenyapnya hawa nafsu dan kemarahan, itulah merupakan hakekat moksha, berhasilnya menyeberangi lautan kematian. 

Jadi Moksha bukanlah semata – mata bersatunya tan dengan Brahman, tetapi bagaimana kita dapat mengendalikan pikiran untuk senantiasa merasa sama dalam segala keadaan. Dari penjelasan Sloka 398 dari kitab Sarasamucaya di atas, dikenal tiga tingkatan Moksha, yaitu Jiwa Mukti, Wideha Mukti, dan Purna Mukti.

Demikian ajaran susila Catur Prusa Artha yang mengajarkan kepada kita untuk senantiasa bertindak berdasarkan Dharma sehingga kebahagiaan tertinggi dapat dicapai. Oṁ Pratisthā Aristāni me sarvātma anibhṛṣtaḥ, semoga badan dan pikiran kita tetap sehat bebas dari penyakit dan bangkit untuk meningkatkan kualitas diri (Av.19.60.2). Semoga bermanfaat, Oṁ Śāntiḥ śāntiḥ śāntiḥ Oṁ, suksma.

Ir. I Gede Putu Suardana.MM. (KA BPH Jatim)


Dharma Wacana LAINNYA

Pengorbanan dalam Perspektif Hindu

Hindu, Pluralitas, dan Gotong Royong

Penguatan Nilai Kearifan Lokal untuk Jaga Kerukunan

Keluarga Sukhinah

Wacika Parisudha: Membangun Hita melalui Kata

Esensi Kemanusiaan dalam Hindu

Toleransi Beragama

Cinta Kasih Menebarkan Kedamaian

Ajaran Hindu tentang Bijak Bermedia Sosial