Bedah Konsep Egosentrisme, Eny Yaqut Kuatkan Moderasi Beragama Remaja dan Calon Pengantin Bali

Penasihat DWP Kementerian Agama, Eny Retno Yaqut saat menjadi pembicara pada acara bimbingan perkawinan bagi remaja dan calon pengantin di Bali

Nusa Dua – Penasihat DWP  Kementerian Agama, Eny Retno Yaqut mendorong dan menguatkan para remaja dan calon pengantin di Bali untuk bisa mengelola diri sendiri dalam upaya menjadi pribadi yang moderat. 

“Kali ini saya akan lebih membicarakan tentang bagaimana kita mengelola diri supaya menjadi pribadi yang moderat,” kata Eny Yaqut dalam acara bimbingan  bagi remaja dan calon pengantin di Bali, Kamis (7/9/2023).


Sebagai pengantar, Eny Yaqut mengawali pembahasan dengan menggambarkan keberagaman yang ada di Indonesia, mulai dari pulau, agama, kepercayaan, suku dan bahasa yang mana keberagaman tersebut dilindungi oleh Pancasila.

“Kalau ini semua berbeda kemudian menguat dan malah justru tidak menjadi kekuatan kita, maka kita tahu sendiri apa yang akan terjadi, kan? Keragaman dan keberagaman yang ada itu pastinya akan menimbulkan ragam tafsir kebenaran, dan ini yang akan menimbulkan potensi konflik. Maka itu harus di-manage dengan baik,” ujar Eny Yaqut.

Pada kesempatan tersebut, Eny Yaqut memantik para remaja dan calon pengantin di Bali untuk bisa menanamkan dalam diri dengan memberikan pemahaman konsep egosentrisme sekaligus cara mengelolanya dalam rangka kampanye moderasi beragama.

Eny menjelaskan, manusia minimal mempunyai 6 kecenderungan bias kognitif atau Cognitive Bias. Kecenderungan pertama yaitu Egocentric Memory atau kecenderungan alamiah seseorang untuk  ‘melupakan’ bukti dan informasi yang tidak  mendukung pendapatnya, dan ‘mengingat’  bukti dan informasi yang mendukung  pendapatnya. 

Eny mencontohkan saat seseorang dikomentari tentang pakaiannya. Ada yang berkomentar baik kepadanya ada yang berkomentar buruk kepadanya. Maka, menurutnya, kecenderungan yang umumnya disikapi dan diambil adalah yang komentar baik saja. 

“Nah, cara mengelola kecenderungan ini adalah dengan sengaja mencari bukti dan  informasi yang tidak mendukung pendapat nya dan secara eksplisit mengarahkan perhatian  kepada bukti dan informasi ini. Ketita kita mencoba dan tidak menemukan bukti dan informasi tersebut, asumsikan bahwa proses  mencarinya belum dilakukan dengan benar,” jelas Eny Yaqut.

Kedua, Egocentric Myopia atau kecenderungan manusia untuk berfikir  ‘absolutism’ dalam sudut pandang yang  sangat sempit atau selalu menganggap dirinya paling benar.

“Kecenderungan ini cara mengatasinya adalah secara rutin belajar berfikir dengan sudut  pandang yang berlawanan dengan sudut pandangnya. Misalkan  jika kita mayoritas, maka mencoba berfikir dari  sudur minoritas. Jika kita adalah atasan, mencoba berfikir  menjadi bawaha,” jelasnya.

Kecenderungan yang ketiga yaitu  Egocentric Righteousness atau kecenderungan manusia untuk merasa lebih  baik atau ‘superio’, lebih benar dibanding  yang lain, padahal belum tentu  kebenarannya dan kebaikannya.

“Untuk kecenderungan ini cara mengatasinya adalah secara berkala mengingatkan diri betapa banyak yang belum  kita ketahui, dengan mencoba membuat daftar pertanyaan-pertanyaan hidup  yang belum terjawab. Jika daftarnya pendek atau kosong, berarti  perlu diragukan cara Anda membuat daftar pertanyaan,” jelasnya.

Keempat, Egocentric Hypocrisy atau kecenderungan manusia untuk mengabaikan  inkonsistensinya.Misalnya antara kata dan  perbuatan, standar yang kita tetapkan antara  diri dan orang lain. Cara mengatasinya, menurut Bu Menag adalah dengan secara berkala membandingkan standar yang kita terapkan  bagi diri sendiri dengan standar untuk orang lain.

“Jika tidak  menemukan inkonsistensi dalam pikiran atau perbuatan, jangan -jangan kita belum menggali lebih dalam,” ujar Eny Yaqut.

Selanjutnya kecenderungan yang kelima adalah Egocentric Oversimplication atau kecenderungan manusia untuk mengabaikan  kompleksifitas masalah dan memilih  pandangan yang sederhana jika kompleksifitas itu akan mengubah  pendapatnya.

Cara mengatasi kecenderungan ini, kata Bu Menag, adalah secara rutin memfokuskan pikiran pada  kompleksivitas masalah dan secara eksplisit memformulasikan dalam kata-kata. 

“Jika kita belum  menemukan bahwa kita telah menyederhanakan  masalah penting. Jangan-jangan kita belum benar-benar mengonfrontasikan diri pada kompleksivitas masalah yang dihadapi,” kata Eny Yaqut.

Terakhir, kecenderungan keenam yaitu Egocentric Blindness atau kecenderungan alamiah untuk tidak  memperhatikan fakta atau bukti yang  berlawanan dengan kepercayaan dan nilai-nilai yang diyakini. 

Menurut Eny, cara mengatasi kecenderungan ini adalah dengan mencari fakta dan bukti dengan serius. 

“Jika belum menemukan fakta dan bukti, bisa  jadi kita telah secara canggih ‘mengelabuhi’ diri sendiri,” ujar Eny Yaqut.

Semua itu disampaikan oleh Eny Yaqut di hadapan para remaja dan calon pengantin di Bali dengan aktif dan interaktif. 

Adapun kampanye moderasi beragama yang berlangsung selama kurang lebih satu jam tersebut menjadi serangkaian  acara bimbingan perkawinan bagi remaja dan calon pengantin di Bali yang diadakan oleh Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Hindu (Ditjen Bimas Hindu). Acara ini akan berlangsung selama tiga hari mulai hari ini, Kamis 7 September hingga 9 september 2023.


Berita Pusat LAINNYA