Beri Kuliah Umum IAHN Tampung Penyang, Prof. Duija Sampaikan Strategi SDM Hindu Siap di Generasi Emas 2045

Dirjen Bimas Hindu Prof. I Nengah Duija saat mengisi kuliah umum di IAHN Tampung Penyang, Palangkaraya, Kalimantan Tengah, Senin (15/1/2024).

KALIMANTAN TENGAH, (BIMAS HINDU) – Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Hindu (Dirjen Bimas Hindu) Prof. I Nengah Duija mengisi kuliah umum di Institut Agama Hindu Negeri (IAHN) Tampung Penyang, Palangkaraya, Kalimantan Tengah, Senin (15/1/2024).

Dalam kuliah umum tersebut, Prof. Duija membahas bagaimana strategi untuk mengembangkan sumber daya manusia (SDM) agar menyongsong generasi emas 2045.

Dalam materi kuliah umumnya berjudul ‘Kiat & Strategi Pengembangan Sumber Daya Manusia Hindu Di Era Society 5.0’, Prof. Duija mengawali pembaasannya dengan membahas Artificial Intelligence (AI).

 “Dunia kita ini sudah tidak zamannya berburu binatang, namun berburu  tekonogi. siapapun yang tidak care ataupun tidak nyambung dengan teknologi sekarang ini tidak akan bisa hidup,” tutur Prof. Duija di hadapan ratusan mahasiswa IAHN Tampung Penyang, Senin (15/1/2024).

Dirjen Bimas Hindu dalam kesempatan itu juga membahas mengenai perkembangan era mulai dari Society 1.0, 2.0, 3.0 hingga 4.0 atau information society yang saat ini masih berkembang. 

Menurut Prof. Duija, manusia saat ini sangat butuh dengan teknologi. Para dosen ataupun pegawai yang gaptek, di era ini akan kelimpungan karena tidak bisa mengikuti teknologi. “Era teknologi adalah bagian dari manusia itu sendiri, internet bukan hanya digunakan untuk sekedar berbagi informasi melainkan untuk menjalani kehidupan,”

Ia menggambarkan kondisi saat ini di mana berbagai warung dan cafe sudah menerapkan ‘free wifi’ bahkan dagang sate pun sudah ‘free wifi’.“Ini yang menjadi kebutuhan kita sekarang. Bisa browsing semua informasi. Kita dengan internet itu sudah seperti saudara kandung. Ketika tidak ada internet kita bisa kehilangan segala-galanya,” ujar Prof. Duija.

Oleh karena itu, menurunya, kehidupan sekarang harus bisa care dengan teknologi. Namun demikian, Prof. Duija tak menampik bahwa ada bahaya di balik kemajuan tersebut. Otomasi dan masa depan pekerjaan di Indonesia Era Industri 4.0 dan Society 5.0 memungkinkan akan ada 20 juta orang pelayan di berbagai sektor akan digeser oleh robot yang bisa melakukan segalanya seperti manusia.

“Lalu, bagaimana ke depan mahasiswa bisa bersaing dengan robot? Yang tidak bisa dilakukan oleh teknologi adalah Human Being. Jadi perangkat teknologi itu tidak bisa diberikan kebijaksanaan,” tutur Duija.

Untuk itu, Prof. Duija menekankan pembangunan karakter, yaitu lewat revolusi mental, pembinaan ideologi Pancasila, pemajuan dan pelestarian kebudayaan. Selain itu juga perlunya penguatan moderasi beragama, budaya literasi, inovasi dan kreativitas

Berdamai dengan teknologi, kata dia, juga perlu dilakukan karena perkembangan terknologi tidak bisa terbendung.

Saat ini, penting kiranya dalam dunia pendidikan, para dosen dan mahasiswa untuk memahami dan teknologi 5.0 seperti kecerdasan buatan, machine learning, Internet of Things (IoT), dan robotika. Namun, ini tentu memerlukan pelatihan dan pengembangan keterampilan teknologi baru.

“Penggunaan kecerdasan buatan (AI) dalam pembelajaran yaitu dengan mengimplementasikan sistem pembelajaran berbasis kecerdasan buatan untuk merancang program pelatihan yang disesuaikan dengan kebutuhan individu mahasiswa. Hal ini dapat meningkatkan efisiensi dan efektivitas pembelajaran,” kata Prof. Duija mencontohkan.

Prof Duija juga menilai, perlu kerja kolaboratif antara manusia dengan mesin. “Fokus pada integrasi antara pekerja manusia dan teknologi. Berikan pelatihan untuk bekerja sama dengan sistem otomatisasi dan kecerdasan buatan agar dapat meningkatkan produktivitas,” katanya.

Lebih lanjut, Prof. Duija juga menekankan pengembangan keterampilan Soft Skills. Sementara teknologi memainkan peran penting, kata dia, keterampilan soft skills seperti kepemimpinan, komunikasi, dan resolusi konflik tetap penting.

“Program pengembangan SDM harus mencakup aspek ini untuk menciptakan keseimbangan yang optimal,” katanya.

Terakhir, Prof. Duija juga menandaskan spiritual capital atau modal spiritual. Menurutnya, ilmu tidak cukup dengan logika tetapi perlu keyakinan. Dan keyakinan tidak cukup tanpa logika.

“Maka di situlah agama dan ilmu itu menjadi satu. Jadi agama tanpa pengetahuan dia lumpuh dan ilmu tanpa agama itu buta,” pungkasnya mengutip kata-kata filusuf terdahulu.


Berita Pusat LAINNYA