Keluarga Sukinah

Pelita Dharma Keluarga Sukinah oleh I Nyoman Kormek,SE., MM
Lokasi Pura Agung Wanakerta Jagatnatha Palu

OM Swastiastu
OM Awighnam Astu namo siddham,
Umat se-Dharma pemirsa dimanapun Anda berada, marilah kita memanjatkan anghayu bhagya kehadapan Sanghyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Kuasa, atas asung kerta waranugrahaNya kita masih diberikan kesehatan, usia dan kesempatan untuk menyampaikan dan mendengarkan pesan Dharma terkait dengan topik pembahasan hari ini yaitu tentang Keluarga Sukhinah.

Dasar Hukum Negara terkait Keluarga Sukhinah :
UU No.10 tahun 1992 pasal 1 yang menyebutkan “Keluarga Sejahtera adalah keluarga yang dibentuk berdasarkan atas perkawinan, mampu memenuhi kebutuhan hidup material dan spiritual yang layak, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, memiliki hubungan serasi, selaras, dan seimbang antara anggotan dan antara anggota keluarga dengan masyarakat dan lingkungan”


Ajaran Hindu yang terkait dengan Keluarga Sukhinah maupun Kebahagiaan antara lain :
1. Reg Weda X.85.42
“Wujudkan ikatan rumah tangga yang ketat, semoga engkau memperoleh umur panjang, keturunan yang mulia dan hidup bahagia, sejahtera bersama anak cucu di rumah sendiri”
2. Manawa Dharma Sastra IX.102
“Hendaknya hubungan suami istri yang sah berlangsung hingga akhir hayat, singkatnya hukum ini harus dianggap sebagai hukum tertinggi bagi suami istri. Terhadap anak-anaknya yang terlahir, maka orang tua berkewajiban membesarkannya, memberikan perlindungan, memberikan pendidikan, hingga menyelenggarakan perkawinan”.
3. Sarasamuscayaya sloka 262 :
“Demikianlah hakekatnya, maka dibagi Tiga hasil usaha itu agar mencapai kebahagiaan ; yang satu bagian guna mencapai Dharma/kebajikan-kebenaran, bagian yang kedua adalah biaya untuk memenuhi kama (memenuhi kebutuhan hidup sandang-pangan-papan-pendidikan, kesenangan, rekreasi dll), dan bagian yang ketiga diperuntukan bagi melakukan kegiatan usaha dalam bidang ekonomi agar artha itu menjadi berkembang kembali.

Dalam kitab Wrhaspati Tattwa 25.(7) disebutkan ada 7 cara yang harus dilakukan untuk menegakkan Dharma; salah satu diantaranya ialah Dana yakni menumbuhkembangkan sifat suka memberi. Dengan demikian secara matematis penghasilan kita yang 1/3 bagiannya untuk mencapai Dharma itu,  dibagi 7 lagi  sehingga menjadi 1/3 dikalikan 1/7 hasilnya menjadi 1/21 bagian, atau bila diprosentasekan menjadi 4,76% (dibulatkan menjadi 5%) dari penghasilan kita yang wajib di-dana-puniakan.
Apabila kita tidak mau berdana punia atau membagikan penghasilan kita, maka kita termasuk orang yang rakus atau lobha yang mana akan mempermudah jalan menuju Pintu Gerbang Nerakasesuai bunyi Bhg Githa XVI.21 “Inilah pintu gerbang menuju neraka; jalan menuju kehancuran diri, ada tiga yaitu : Kama, Kroda, dan Lobha. 
4. Bhagawad Gita Bab II sloka 62, 63, dan 66 yang intinya menyebutkan :
Orang yang tidak mampu mengendalikan indria-indrianya sehingga memiliki keterikatan yang berlebihan terhadap objek-objek indria, maka akan menimbulkan hawa nafsu, dari hawa nafsu akan timbul kemarahan, dari kemarahan akan timbul kebingunan, dari kebingungan akan membuat ingatan menjadi kacaau, kekacauan ingatan akan membinasakan kecerdasan spiritual dan penurunan kesadaran rohani, rendahnya kesadaran rohani orang tidak akan menemukan kedamaian, dan tanpa adanya kedamaian makan kesejahteraan dan kebahagiaan tidak akan mungkin bisa dicapai.
Nah, dari definisi Keluarga Sukhinah diatas yang intinya adalah keluarga yang berhasil membina kehidupan Rumah Tangganya dan mendidik Putra-Putrinya dalam berbagai Ilmu Pengetahuan dan Agama (IMTEK dan IMTAK) secara optimal sehingga menjadi manusia yang berguna bagi Bangsa dan Agama, terdapat 3 kata kunci utama dari pemaknaan Keluarga Sukhinah itu yakni :
1, Keluarga, yang berkaitan dengan Grhasta Asrama dalam 4 fase kehidupan (catur asrama dharma)
2. Sukhinah atau Sejahtera, yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan material dan spiritual secara layak dan seimbang melalui barang dan jasa yang diperoleh dengan melakukan kegiatan ekonomi yang lebih menekankan pada arta dan kama berlandaskan dharma.
3. Membangun komunikasi yang harmonis, antara sesama anggota keluarga dan masyarakat (manusa hita), dengan alam lingkungan (butha hita), dan dengan Tuhan Yang Maha Kuasa (dewa hita) yang kesemuanya menyatu dalam konsep Tri Hita Karana.