Bijak Bermedsos Upaya #ModerasiBeragama Menuju Indonesia Rukun

Pelita Dharma “Bijak Bermedsos” Upaya Moderasi Beragama Menuju Indonesia Rukun oleh I Wayan Wahyu Diantara

Lokasi Pura Luhur Batukau Tabanan

Umat sedharma dimanapun anda berada semoga selalu sehat dalam lindungan Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Umat sedharma yang berbahagia, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu pesat tentunya dapat membantu kehidupan manusia. Sebut saja salah satu contohnya adalah Hand phone. Hand phone yang awalnya merupakan barang mewah, bahkan saat ini telah menjadi kebutuhan sebagian besar dari kita. Dengan alat ini kita dapat berkomunikasi dengan mudah, kita dapat menggali informasi yang tidak kita pahami, kita juga dapat mengaktualisasi diri, bahkan segala urusan pribadi dan keuangan dapat dibantu dengan alat ini. Namun jika kita tidak bijak dalam memnggunakan teknologi ini, sebaliknya akan menjadi bumerang yang dapat membawa kita pada permasalahan. 
 Begitu pula dengan media sosial sebagai salah satu fasilitas yang bisa kita dapatkan dengan menggunakan alat komunikasi ini. Media sosial pada dasarnya dapat membantu kita dalam mengaktualisasi diri, berbagi dengan orang lain, menambah persaudaraaan bahkan media sosial juga manfaatkan untuk menambah pengasilan bagi sebagian orang. Sebaliknya jika kita tidak bijak dalam menggunakan media sosial maka akan membawa kita pada permasalahan. Buktinya banyak permasalahan mulai dari penipuan, kekerasan, pelecehan berawal dari pemanfaatan media sosial yang tidak bijak. Bahkan kasus-kasus intoleransi umat beragama yang mengancam kerukunan, dan kesatuan negara kita berawal dari pemanfaatan media sosial yang tidak bijak. Untuk itu umat sedharma yang berbahagia, pada kesempatan yang baik ini kita akan membicarakan bagaimana kiat bijak dalam bermedia sosial, sebagai upaya moderasi beragama menuju Indonesia Rukun.
 Umat sedharma yang berbahagia, berbicara tentang moderasi beragama perkenankan saya membacakan salah satu bait dari Kakawin Sutasoma karya Empu Tantular sebagai berikut:
Rwaneka dhatu winuwus wara buddha wiswa,
Bhineki rakwa ringapan kena parwa nosen,
Mangkang jinatwa kalawan Siwa tatwa tunggal,
Bhineka tunggal ika tan hana dharma mangrwa.
Artinya:
Ada dua keyakinan yakni Siwa dan Buddha, konon Berbeda itu, tetapi  saat kapan itu dibagi dua, demikianlah kebenaran Budha dengan kebenaran Siwa itu satu. Berbeda itu tetapi satu tidak ada kebenaran (Tuhan) yang mendua.
Umat sedharma yang berbahagia, jika kita maknai bait kakawin Sutasoma tersebut, mengingatkan kita tentang perbedaan itu adalah hal yang wajar. Karena kita memang dilahirkan dengan perdaan. Dalam bingkai negara kesatuan kita Berbeda wilayah, bahasa, adat, suku, ras bahkan keyakinan. Namun perbedaan itu tidak meski dipertentangkan. Demikianlah halnya moderasi beragama, bagaimana kita dapat beragama dengan jalan tengah, tidak memaksakan apa yang kita yakini kepada orang lain. Tidak beragama dengan kekerasan menganggap diri paling benar dengan menyalahkan orang lain. Dengan pemahaman moderasi beragama kita berupaya menciptakan keharmonisan, sebab pada dasarnya dalam ajaran Hindu, manusialah yang bertanggung jawab atas keharmonisan dunia sebagaimana yang tersurat  dalam Sarasamuscaya 2, sebagai berikut: 
Risakwehning sarwa bhuta, iking janma wwang juga wenang gumawayaken ikang subhasubhakarma, kuneng panentasakena ring subhakarma juga ikang asubhakarma phlaning dadi wwang.
Artinya:
Diantara semua makhluk hidup, hanya yang dilahirkan menjadi manusia sajalah, yang dapat melaksanakan perbuatan baik ataupun buruk; leburlahke dalam perbuatan baik segala perbuatan yang buruk itu; demikianlah gunanya (pahalanya) menjadi manusia.
Umat sedharma yang berbahagia, Sloka Sarasamuscaya mengingatkan kita tentang keutamaan hidup ini. Dimana diantara semua makhluk, hanya manusia yang mampu membedakan, menimbang-nimbang, memilah dan memutuskan mana yang benar, mana yang salah. Mana yang baik mana yang buruk.mana yang harus dilakukan mana yang tidak, dan keutamaan sebagai manusia adalah meruwat segala perbuatan buruk itu menjadi perbuatan baik. Sekaligus umat sedharma yang berbahagia, Sarasamuscaya juga mengingatkan kita bahwa kelebihan yang dimiliki oleh manusia bukanlah hanya suatu kebanggaan semata